Nama :
Sri Nurjanah Apriani
NPM :
16211875
Kelas :
2EA01
PEMBINAAN KEBANGSAAN INDONESIA
Makna kemerdekaan di era
globalisasi bukanlah berarti suatu kemandirian total. Hakekat kemerdekaan di
era globalisasi adalah suatu kapasitas yang mandiri yang dimiliki oleh suatu
bangsa dalam membina keterbukaan dengan bangsa-bangsa lain didunia, berdasarkan
prinsip saling melengkapi atau komplementasi, yang saling menguntungkan. Untuk
dapat menjalankan prinsip komplementasi yang saling menguntungkan tersebut, maka
suatu bangsa dituntut untuk memiliki daya saing atau competitiveness.
Parameter daya saing inilah yang selanjutnya berperan penting dalam menentukan
setiap dinamika kehidupan berbangsa.
Sejalan dengan hal itu, maka
kemandirian dan martabat suatu bangsa di era globalisasi akan sangat ditentukan
oleh kapasitas bangsa tersebut dalam membina dan mengembangkan suatu pranata
ekonomi dan sosial-politik yang menunjang peningkatan daya saing secara terus
menerus. Bangsa yang berhasil di era milenium ini adalah bangsa dengan
kapasitas daya saing tinggi, yang rakyatnya memiliki kapasitas berpikir yang
cerdas, kemampuan imajinasi dan kreasi yang tak terbatas dan mental yang robust
atau tahan banting. Bangsa dengan kualitas yang seperti itulah yang akan
sanggup berevolusi di era milenium ini dan di masa depan.
Sebaliknya tanpa adanya kapasitas
daya saing yang tinggi, maka bangsa tersebut tidak akan mampu memberikan
komplementasi yang berarti pada sistem sivilisasi global dan memberikan peran pada
sektor-sektor ekonomi yang bernilai tambah tinggi. Bangsa yang demikian,
walaupun sarat dengan sumber daya alam akan tergusur dan hanya mampu
mengembangkan sektor ekonomi dengan nilai tambah rendah, lingkungan yang
semakin rusak dan secara budaya akan terjajah.
Tanpa adanya upaya dan komitmen
bagi suatu bangsa untuk meningkatkan daya saingnya, maka kita sangat berisiko
menjadi bangsa yang termarginalkan di era kompetisi global. Lemahnya daya saing
suatu bangsa akan mengakibatkan rentannya kemandirian bangsa tersebut karena
akan terjebak pada dua perangkap globalisasi atau globalisation trap yaitu
perangkap teknologi atau technology trapdan perangkap budaya atau culture
trap. Kedua perangkap ini umumnya dengan cepat dapat dialami oleh suatu
bangsa dengan karakter yang lemah. Sebagai misal perangkap teknologi akan
menjebak sebuah bangsa untuk membangun industri yang hanya berbasiskan pada
lisensi atau re-alokasi pabrik tanpa adanya pembinaan kapabilitas teknologi,
sehingga bangsa tersebut, meskipun tampaknya dapat memfabrikasi berbagai
produk, namun esensinya proses fabrikasi itu sebenarnya hanya dilakukan pada
tahapan yang relatif tidak atau kurang penting. Adapun tahapan dari proses yang
lebih penting (atau sangat penting) dari proses fabrikasi tersebut masih
dikuasai oleh negara asing. Sehingga pada akhirnya bangsa yang demikian
aktifitas industrinya akan sangat bergantung dengan entitas asing.
Adapun perangkap budaya umumnya
adalah dalam bentuk intervensi tata nilai unsur-unsur asing kepada budaya lokal
suatu bangsa. Hal ini sangat dimungkinkan sejalan dengan kemajuan teknologi
informasi dan telekomunikasi serta transportasi yang menjadikan interaksi antar
manusia menjadi semakin intensif. Teknologi komputer-jaringan atau internet
saat ini telah menjadikan transaksi informasi menjadi sangat mudah. Namun,
terkadang amalgamasi atau penggabungan antara tata nilai budaya yang berbeda
malah menghasilkan jenis budaya baru yang tidak relevan dengan adat istiadat
dasar dari bangsa tersebut. Bahkan sering akhirnya bersifat counter-productive pada
pembangunan bangsa yang bersangkutan. Dalam kasus Indonesia, misalnya
intervensi budaya hedonistik dan materialis berpotensi untuk melunturkan
nilai-nilai budaya dasar Indonesia yaitu kekeluargaan dan relijius.
Kedua perangkap yang diulas
diatas, haruslah dijadikan sebagai tantangan yang perlu diwaspadai dalam
membangun bangsa di era global. Unsur yang sangat penting dalam memperkuat jati
diri bangsa dalam menghadapi kedua perangkap tersebut adalah terus
menumbuhkembangkan karakter unggul yang dimiliki oleh bangsa ini dan telah
dibuktikan aktualisasinya oleh para pendiri bangsa ketika memproklamirkan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sekarang ini setelah 62 tahun
merdeka, harus diakui bahwa bangsa Indonesia telah mengalami berbagai dinamika
proses transformasi karakter bangsa. Dalam kurun waktu tersebut telah cukup
banyak dicapai berbagai hasil pembangunan walaupun harus diakui masih banyak
beberapa kekurangan yang perlu ditingkatkan pencapaiannya khususnya terkait
dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat.
Bangsa kita saat ini dihadapkan
pada sejumlah paradoks terkait dengan pembangunan karakter bangsa. Di satu
pihak, pembangunan bangsa ini telah mencatat sejumlah prestasi, seperti
pertumbuhan ekonomi yang membaik dan hampir mencapai target 6% di tahun 2007
ini, kuota ekspor yang terus meningkat, cadangan devisa yang semakin besar dan
jumlah penduduk miskin juga telah semakin berkurang. Namun di pihak lain, kita
masih menghadapi sejumlah fenomena seperti kasus korupsi, saling memfitnah
dalam kehidupan bernegara dan sejumlah ekses lain yang tidak mencerminkan
sifat-sifat karakter unggul yang telah pernah dicontohkan oleh para pendiri
bangsa ini.
Oleh karena itu merombak tatanan
suatu bangsa di era globalisasi tidak cukup hanya dengan menjadikan masyarakat
bangsa tersebut berada dalam tatanan pola kehidupan demokratis yang
menghilangkan batas etnis, pluralitas budaya dan heterogenitas politik, akan
tetapi di era knowledge based economy dituntut adanya hal yang
lebih dari itu, yakni suatu tatanan masyarakat demokratis yang terus melakukan
pembelajaran atau learning society dalam upaya untuk mencapai
suatu peningkatan kapasitas pengetahuan yang kontinyu sehingga akan terbentuk
suatu masyarakat madani yang berdaya saing ataucompetitive civil society.
Inilah bentuk masyarakat yang mendukung untuk tercapainya kemandirian dan
peningkatan martabat bangsa.
Makna kemerdekaan dari perspektif
pembinaan karakter bangsa adalah ketika suatu bangsa sanggup membentuk
masyarakat madani yang berdaya saing. Dan hal itu dapat dilakukan berdasarkan
pada dua prinsip. Prinsip yang pertama adalah mengutamakan pemberdayaan
karakter bangsa terutama kaum mudanya agar menjadi individu yang kreatif. Dan
prinsip yang kedua adalah menciptakan suatu tatanan pembangunan nasional yang
bersifatinnovation-led development. Atau pembangunan yang berkarakter,
yaitu pembangunan yang tidak sekedar mengutamakan aspek fisik belaka, akan
tetapi juga menonjolkan aspek pembentukan tata nilai atau value
creating sehingga akan memacu terjadinya stimulasi pembentukan
karakter yang positif.
Mekanisme Institusional dan Pembinaan Bangsa
Salah satu contoh dimana bangsa
ini masih memiliki karakter unggul adalah kenyataan bahwa sejumlah anak-anak
didik kita meraih prestasi gemilang dengan menjadi juara dunia olimpiade
fisika. Sebuah prestasi yang secara implisit memberikan arti penting bahwasanya
bangsa Indonesia juga memiliki kemampuan pola pikirlogic yang
unggul dan setara dengan bangsa-bangsa besar di dunia. Catatan prestasi ini
juga bukti empiris bahwasanya masih ada komponen bangsa yang tidak malas dan
memiliki karakter kerja keras serta sikap bersaing untuk selalu menjadi yang
terbaik di era kompetisi inovasi global atau global innovation race.
Anak-anak muda kita yang berprestasi ini jelas merupakan produk institusional
bidang pendidikan. Sehingga menjadi jelas bagi kita, bahwasanya untuk
pembangunan karakter bangsa maka mekanisme institusional memiliki peran yang
sangat penting.
Tanpa adanya mekanisme
institusional yang kuat, maka akan berpotensi untuk gagalnya suatu induksi
positif dari karakter bangsa yang baik, kepada kanal-kanal komponen bangsa
lainnya, sehingga karakter positif tersebut tidak dapat di transmisikan ke
seluruh denyut pembangunan.
Apabila kelemahan mekanisme
institusional ini dibiarkan maka akan mengakibatkan erosi dari karakter positif
bangsa menuju pada tata nilai yang tidak membangun atau counter-productive.
Misalnya, lemahnya mekanisme institusional pada pembangunan karakter bangsa
akan mempersulit adanya induksi mentalitas bersaing dari para juara olimpiade
fisika kepada komponen bangsa lainnya, sehingga para juara olimpiade fisika ini
malah mengalami reduksi kapasitas pengetahuan ketika berinteraksi dengan
komponen bangsa lainnya.
Pendidikan sebagai mekanisme
institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa juga berfungsi
sebagai arena untuk mencapai tiga hal prinsipil dalam pembinaan karakter bangsa
yaitu:
Hal pertama adalah pendidikan
sebagai arena untuk re-aktifasi sejumlah karakter luhur bangsa Indonesia.
Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki karakter
kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani
menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau adalah bukti
keberhasilan kita membangun karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju,
berbudaya dan berpengaruh.
Bahkan sampai di era 40-an dan
50-an kita pernah bangga menjadi bangsa Indonesia. Dunia mencatat, bahwa di
akhir tahun 40-an, Indonesia adalah salah sat u dari sedikit negara yang
merdeka dengan perjuangan berat. Kemudian di tahun 50-an kita pernah bangga
sebagai bangsa yang menjadi pusat perhatian dunia ketika kita menyelenggarakan
Konferensi Asia Afrika di Bandung.
Sampai dengan tahun 70-an dunia pendidikan
tinggi kita masih bisa berbangga, karena menjadi tempat berguru dari sejumlah
mahasiswa dan kaum intelektual mancanegara. Memang kita tidak boleh terlena
dengan kejayaan masa lampau, akan tetapi menjadikannya sebagai dorongan untuk
peningkatan motivasi dan semangat dalam menapak masa depan merupakan satu hal
yang diperlukan dalam rangka memupuk mentalitas positif yang harus kita
perjuangkan untuk dapat dibangkitkan kembali.
Hal kedua adalah pendidikan
sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat
mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk
peningkatan daya saing bangsa. Untuk yang kedua ini maka perkenankan saya
menyampaikan dua karakter penting yakni karakter kompetitif dan karakter
inovatif.
Karakter kompetitif memiliki
esensi sebuah mentalitas dan watak yang mendorong adanya semangat belajar yang
tinggi. Pembudayaan karakter ini akan mendorong minat untuk terus melakukan
pembelajaran dalam memahami sekaligus mengatasi persoalan yang dihadapi. Karakter
kompetitif adalah antagonis atau lawan dari instan, karena karakter
kompetitif akan mendorong adanya upaya perbaikan secara terus menerus dan
bertahap ketika menghadapi persaingan yang semakin berat. Dalam kenyataannya,
hanya dengan karakter kompetitiflah suatu bangsa dapat mempertahankan
keunggulan daya saingnya. Bahkan di eraknowledge based economy, dengan
karakter kompetitiflah, suatu bangsa mempertahankan eksistensinya sebagai
bangsa yang merdeka.
Karakter inovatif adalah watak
dan mentalitas yang selalu mendorong individu dalam melakukan inovasi-inovasi
baru pada berbagai hal. Pada hakekatnya inovasi hanya dapat diciptakan setelah
melalui serangkaian proses belajar secara kolektif, atau lazim dikenal denganlearning
curve. Bangsa yang maju dan modern memiliki sejumlahlearning curve yang
dapat menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya proses inovasi. Mentalitas
inovasi tidak lepas dari proses belajar, termasuk belajar dari kesalahan dan
kegagalan di masa lalu.
Hal ketiga adalah pendidikan sebagai
sarana untuk menginternalisasikan kedua aspek diatas yakni re-aktifasi sukses
budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap
sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pembangunan. Internalisasi ini harus
berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan
pemerintah.
Maka membangun karakter bangsa
untuk mencapai kemandirian, harus diarahkan pada perbaikan dan penyempurnaan
mekanisme institusional. Untuk melakukan penyempurnaan mekanisme institusional
ini, maka pemerintah telah memberikan perhatian besar dalam pengembangan dunia
pendidikan nasional. Pendidikan yang baik dan produktif merupakan sarana paling
efektif untuk membina dan menumbuhkembangkan karakter bangsa yang positif. Di
samping juga peran pendidikan dalam meningkatkan kualitas hidup dan derajat
kesejahteraan masyarakat, yang dapat mengantarkan bangsa kita mencapai
kemakmuran.
Sehubungan dengan hal tersebut,
maka pemerintah telah menetapkan bidang pendidikan sebagai agenda penting dalam
pembangunan nasional, sekaligus menjadi prioritas utama dalam rencana kerja
pemerintah. Komitmen pemerintah ini ditunjukkan dengan alokasi anggaran yang
cukup besar untuk pembangunan sektor pendidikan.
1. Paham Kebangsaan, rasa Kebangsaan, semangat
Kebangsaan
Paham
kebangsaan adalah sebuah situasi kejiwaan ketika kesetiaan seseorang secara
total diabadikan langsung pada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Dalam
mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem
pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan
nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal,
nonformal, maupun di masyarakat luas.
Rasa
kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap
kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa
yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini
masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan
mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada
pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang
setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan
pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok
masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk
massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan
pembangunan nasional terhambat.
Semangat
kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa
kebangsaan dan paham kebangsaan. Semangat kebangsaan Indonesia belum berhasil
terpadu. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam
memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri
atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah,
kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan,
melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya.
Penghayatan
dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini,
belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi
berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional
yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila
dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk
membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha
pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.
2. Pengertian wawasan Kebangsaan
Wawasan
adalah pandangan, penglihatan, penilaian, tinjauan, pengetahuan, penelitian.
Wawasan kebangsaan Indonesia ialah pengetahuan, penilaian, pandangan tentang
hal ihwal bangsa bernama Indonesia secara prinsip. Seperti yang kita pahami
atau hayati, Bhineka Tunggal Ika mengandung pesan : berbeda-beda tetapi satu,
bersatu dalam perbedaan, kesatuan dalam keragaman. Wawasan agung inilah yang
telah ditegakkan oleh para pejuang kemerdekaan dan para pembangun bangsa
Indonesia dalam tahun 20-an. Dengan menyimak lebih lanjut masalah-masalah yang
berkaitan dengan lambang negara kita itu, maka makin jelas pulalah
keagungannya. Ketika wawasan kebangsaan telah melekat dalam diri masyarakat
maka saat terjadi bencana masyarakat secara sadar akan tergerak memberikan
pertolongan dan tanpa di minta pun orang akan tergerak hatinya untuk memberikan
pertolongan secara sukarela dan ikhlas untuk mengenal, memahami serta menyadari
Jatidiri sebagai manusia indonesia secara etnis maupun budaya kearah memenuhi
“CINTA BANGSA dan TANAH AIR adalah bagian dari IMAN”.
Namun
wawasan kebangsaan masyarakat sekarang ini dinilai sudah sangat memprihatinkan.
Hal itu ditandai dengan menipisnya rasa persaudaraan di antara sesama anak
bangsa. Dewasa ini banyak sekali tindak kekerasan terjadi di tengah masyarakat,
hanya karena masing-masing pihak ingin mempertahankan kebenarannya sendiri.
3. Pengertian wawasan Nusantara
Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya,
wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan
untuk mencapai tujuan nasional. Wawasan Nusantara berperan untuk membimbing
bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupannya serta sebagai rambu-rambu
dalam perjuangan mengisi kemerdekaannya, juga untuk mengajarkan akan pentingnya
membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara
dalam mencapai tujuan dan cita-cita.
Hakikat
wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian cara pandang yang
selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara demi kepentingan Nasional. Hal
tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berpikir,
bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan
negara Indonesia. Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negera
harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa
menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan dan
orang per orang.
4. Peran yang dapat dilakukan Mahasiswa dalam
menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini
Kaum
muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia,
baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah
menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan
untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa kita di masa depan.
Mahasiswa
sebagai golongan pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa mempunyai
kewajiban untuk mulai memberikan kontribusi serta perhatian dalam jalannya
pemerintahan. Sebagai bagian dari keluarga bangsa ini, mereka bertanggung jawab
juga untuk mengawasi jalannya pemerintahan apakah berjalan dengan semestinya
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan apakah para wakil rakyat kita sudah
memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia dengan benar dan tidak melakukan
penyelewengan.
Sebagai
mahasiswa,kita harus menjadi pribadi yang kritis dalam menaggapi segala
permasalahan yang ada di republik ini.Sangat disayangkan bila para mahasiswa
bersikap acuh terhadap apa yang terjadi di Indonesia. Kondisi mahasiswa saat
ini sesungguhnya tidak lepas dari sebuah realitas bangsa kita saat ini.
Globalisasi yang sesungguhnya harus dimanfaatkan sebagai sebuah gerbang untuk
menjadi lebih mandiri dan maju, justru kita terperangkap dalam sebuah arus
globalisasi yang semakin bebas dan tidak bernorma.Contohnya adalah demonstrasi
mahasiswa yang berujung anarkis,tawuran,dan aksi pengeroyokan terhadap
mahasiswa lain.
Mahasiswa
seharusnya dapat membuat suatu hal positif untuk pembangunan.Hal ini sangat
diperlukan untuk menunjang pembangunan negara ini.Sebagai mahasiswa kita harus
ikut menyampaikan aspirasi rakyat.Selain itu pula kita dapat mengadakn
kegiatan-kegiatan positif,seperti bakti sosial.
Mahasiswa
berperan sebagai pihak yang juga wajib ikut andil dalam mengawasi jalannya
pemerintahan. Dan sebagai kelompok yang akan mengkritisi setiap hal yang
berkaitan tentang penyelewengan dan pelanggaran hukum, serta menanggapi segala
kebijakan yang dibuat para pemimpin kita dalam kesejahteraan bangsa ini. Dan
ketika para pemimpin Negara mengacuhkan aspirasi rakyat, mahasiswa sebagai
garis terdepan yang akan menyuarakan keluhan rakyat Indonesia kepada Negara.
5.
Tindakan
mengatasi demo anarkhis, perkelahian, perjudian, narkoba, dan sebagainya di
kalangan Mahasiswa
Sebagai
mahasiswa,seharusnya mengesampingkan masalah pribadi atau kelompok. Seharusnya
kita harus mengedepankan kepentingan bersama. Pikiran positif harus diciptakan
semua pihak. Pikiran positif pihak mahasiswa harus diciptakan untuk menjadi
lebik bijak. Bahwa polisi adalah aparat yang tidak mementingkan kepentingan
politik, mereka hanya sekedar berorientasi melancarkan hambatan yang menganggu
keamanan dan ketertiban umum. Mahasiswa juga harus sadar bahwa polisi adalah
profesional yang diciptakan untuk menghargai simbol-simbol korpsnya secara
mutlak. Simbol kebanggaan korps seperti bendera atau markas harus dijaga dengan
darah dan nyawa. Bila simbol kebanggan korps seperti markas mereka diserang
maka akan meningkatkan adrenalinnya untuk melakukan tindakan yang diluar rasio
akal sehat seorang sipil.
Demikian
juga polisi harus menyadari bahwa mahasiswa adalah seorang intelektual idealis
dengan tingkat emosi, rasio dan kebijakan yang belum matang. Bila simbol
kesetiakawanan dan perjuangan mereka terusik seperti penyerangan markas HMI
maka semua yang bernama mahasiswa di seluruh negeri pasti akan mendidih
darahnya. Sehingga apabila oknum mahasiswa dan oknum polisi melakukan hal itu,
semua harus menahan diri. Tindakan oknum mahasiswa menyerang pos polisi tidak
mewakili tindakan mahasiswa pada umumnya.
Selain
itu, pemerintah perlu melakukan upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan,
persatuan dan persaudaraan yang berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka
Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) agar tumbuh pemahaman
demokrasi yang baik di tengah masyarakat. Dan dalam berdemokrasi masyarakat
harus memiliki sportivitas yaitu siap kalah dan siap menang. Bila hukum dan
keadilan benar-benar dilaksanakan secara jujur dan konsisten, maka gejolak di
tengah masyarakat akibat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi.
SUMBER :
http://fhy13candra.blogspot.com/
http://scazda.wordpress.com/
http://edukasi.kompasiana.com/
http://www.lazuardibirru.org/
http://politik.kompasiana.com/
http://ekhafr.blogspot.com/
http://mbotenbook.blogspot.com/